Minggu, 30 Maret 2008

PERMASALAHAN SILABUS KELAS XI.

MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN

Standar Kompetensi

Mewujudkan pemahaman diri sebagai pribadi yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memiliki potensi, bakat dan minat, mantap dan mandiri serta sehat jasmani dan rohani.

Kompetensi Dasar

Mengembangkan keterampilan.

Materi Pelayanan

Mengembangkan Keterampilan.

Uraian

Materi Pelayanan

1. Mengembangkan keterampilan

2. Terjadinya perubahan pola karierketerampilan.

3. Pengembangan keterampilan untuk menghadapi kemungkinan terjadinya perubahan karier.

Indikator

1. Mendeskripsikan pengertian mengembangkan keterampilan.

2. Menganalisis terjadinya perubahan pola karier keterampilan.

3. Menerapkan pengembangan keterampilan untuk menghadapi kemungkinan terjadinyaperubahan karier.


Permasalahan :

Pengembangan keterampilan adalah kegiatan yang dilakukan siswa diluar jam sekolah. Kegiatan ini biasanya dipergunakan dengan mengikuti kursus keterampilan yang sesuai dengan potensi diri, minat dan bakatnya. Pengembangan ini juga dapat terarah kepada sebuah profesi yang akan menjadi bidang keahlian siswa dan terbuka kemungkinan sebagai media untuk mencari nafkah.

Dalam kehidupan sehari - hari perubahan pola karier keterampilan dapat terjadi sewaktu - waktu. Hal ini terjadi oleh berbagai faktor antara lain kesempatan kerja yang tidak sesuai dengan keahlian / ijazah. Dan bagaimana seorang guru menghadapi anak seusia mereka yang sedang berada dipuncak puberitas dan kenakalannya, baiklah dibawah ini akan dijelaskan bagaimana cara menghadapi siswa kelas XI.

Siswa kelas XI memiliki emosi yang tidak stabil (terombang - ambing), karena menuju ke masa remaja dan masa remaja ini ditandai dengan 4 hal seperti dibawah ini :

  1. Mudah putus asa
  2. Tidak percaya diri (PD)
  3. Memiliki sifat pemalu
  4. Terpengaruh lingkungan
Hal ini menyebabkan para remaja (siswa kelas XI) tersebut menjadi plin - plan, terutama dalam hal menggapai cita - cita atau karier nya. Dan bagaimana cara megatasi nya ?
Cara mengatasinya seperti dibawah ini :
  1. Berikanlah pelayanan intensif
  2. Arahkan pikiran anak ke cita - cita
  3. berikan aspek positif dan negatifyang berpandangan mengenai cita - cita
  4. memberikan opini langkah apa yang harus ia jalani mengenai keterampilan apa yang harus dikuasai
Sekarang cobalah kamu mengenali bakat dan minat yang mungkin kamu kembangkan sebagai antisipasi dalam menghadapi perubahan pola karier keterampilan.

Sumber : BIMBINGAN DAN KONSELING SMA xi. Mengembangkan Keterampilan.

Senin, 24 Maret 2008

PERKEMBANGAN PSIKOLOGI REMAJA

Sebetulnya, apa yang terjadi sehingga remaja merupakan memiliki dunia tersendiri. Mengapa para remaja seringkali merasa tidak dimengerti dan tidak diterima oleh lingkungan sekitarnya?. Mengapa remaja seolah-olah memiliki masalah unik dan tidak mudah dipahami?

Masa Remaja

Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.

Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka. Untuk dapat memhami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensi-dimensi tersebut.

Dimensi Biologis

Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.

Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.

Dimensi Kognitif

Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.

Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.

Dimensi Moral

Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.

Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik. Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.

Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai menajam. (Baca juga artikel: Perkembangan Moral)

Dimensi Psikologis

Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis.

Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Remaja cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran. Remaja putri akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”. Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia nyata. Pada saat itu, Remaja akan mulai sadar bahwa orang lain tenyata memiliki dunia tersendiri dan tidak selalu sama dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya. Anggapan remaja bahwa mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi tidak berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan kenyataan.

Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali mereka terlihat “tidak memikirkan akibat” dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang. Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertangung-jawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu bertanggung-jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung-jawab inilah yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jati-diri positif pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada diri sendiri dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan. Bimbingan orang yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana menghadapi masalah itu sebagai “seseorang yang baru”; berbagai nasihat dan berbagai cara akan dicari untuk dicobanya. Remaja akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh para “idola”nya untuk menyelesaikan masalah seperti itu. Pemilihan idola ini juga akan menjadi sangat penting bagi remaja. (Baca juga artikel: Remaja & Tokoh Idola)

Salah satu topik yang paling sering dipertanyakan oleh individu pada masa remaja adalah masalah "Siapakah Saya?" Pertanyaan itu sah dan normal adanya karena pada masa ini kesadaran diri (self-awareness) mereka sudah mulai berkembang dan mengalami banyak sekali perubahan. Remaja mulai merasakan bahwa “ia bisa berbeda” dengan orangtuanya dan memang ada remaja yang ingin mencoba berbeda. Inipun hal yang normal karena remaja dihadapkan pada banyak pilihan. Karenanya, tidaklah mengherankan bila remaja selalu berubah dan ingin selalu mencoba – baik dalam peran sosial maupun dalam perbuatan. Contoh: anak seorang insinyur bisa saja ingin menjadi seorang dokter karena tidak mau melanjutkan atau mengikuti jejak ayahnya. Ia akan mencari idola seorang dokter yang sukses dan berusaha menyerupainya dalam tingkahlaku. Bila ia merasakan peran itu tidak sesuai, remaja akan dengan cepat mengganti peran lain yang dirasakannya “akan lebih sesuai”. Begitu seterusnya sampai ia menemukan peran yang ia rasakan “sangat pas” dengan dirinya. Proses “mencoba peran” ini merupakan proses pembentukan jati-diri yang sehat dan juga sangat normal. Tujuannya sangat sederhana; ia ingin menemukan jati-diri atau identitasnya sendiri. Ia tidak mau hanya menurut begitu saja keingingan orangtuanya tanpa pemikiran yang lebih jauh.

Banyak orangtua khawatir jika “percobaan peran” ini menjadi berbahaya. Kekhawatiran itu memang memiliki dasar yang kuat. Dalam proses “percobaan peran” biasanya orangtua tidak dilibatkan, kebanyakan karena remaja takut jika orangtua mereka tidak menyetujui, tidak menyenangi, atau malah menjadi sangat kuatir. Sebaliknya, orangtua menjadi kehilangan pegangan karena mereka tiba-tiba tidak lagi memiliki kontrol terhadap anak remaja mereka. Pada saat inilah, kehilangan komunikasi antara remaja dan orangtuanya mulai terlihat. Orangtua dan remaja mulai berkomunikasi dengan bahasa yang berbeda sehingga salah paham sangat mungkin terjadi.

Salah satu upaya lain para remaja untuk mengetahui diri mereka sendiri adalah melalui test-test psikologis, atau yang di kenal sebagai tes minat dan bakat. Test ini menyangkut tes kepribadian, tes intelegensi, dan tes minat. Psikolog umumnya dilatih untuk menggunakan alat tes itu. Alat tes yang saat ini umum diberikan oleh psikolog di Indonesia adalah WISC, TAT, MMPI, Stanford-Binet, MBTI, dan lain-lain. Alat-alat tes juga beredar luas dan dapat ditemukan di toko buku atau melalui internet; misalnya tes kepribadian.

Walau terlihat sederhana, dampak dari hasil test tersebut akan sangat luas. Alat test psikologi dapat diibaratkan sebuah pisau lipat yang terlihat sekilas tidak berbahaya; namun di tangan orang yang “bukan ahlinya” atau yang kurang bertanggung-jawab, alat ini akan menjadi sangat berbahaya. Alat test jika diinterpretasikan secara salah atau tidak secara menyeluruh oleh orang yang tidak berpengalaman atau tidak memiliki dasar ilmu yang cukup untuk mengartikan secara obyektif akan membuat kebingungan dan malah membawa efek negatif. Akibatnya, para remaja akan merasa lebih bingung dan lebih tidak merasa yakin akan hasil tes tersebut. Oleh karena itu sangatlah dianjurkan untuk mencari psikolog yang memang sudah terbiasa memberikan test psikologi dan memiliki Surat Rekomendasi Ijin Praktek (SRIP), sehingga dapat menjamin obyektivitas test tersebut.

Satu hal yang perlu diingat adalah hasil test psikologi untuk remaja sebaiknya tidak ditelah mentah-mentah atau dijadikan patokan yang baku mengingta bahwa masa remaja meruipakan masa yang snagat erat dengan perubahan. Alat test ini tidak semestinya dijadikan buku primbon atau acuan kaku dalam penentuan langkah untuk masa depan, misalnya dalam mencari sekolah atau mencari karir yang cocok. Seringkali, seiring dengan perkembangan remaja dan perubahan lingkungan sekitarnya, konklusi yang diterima dari hasil test bisa berubah dan menjadi tidak relevan lagi. Hal ini wajar mengingat bahwa minat seorang remaja sangat labil dan mudah berubah.

Sehubungan dengan explorasi diri melalui internet atau media massa yang lain, remaja hendaknya berhati-hati dalam menginterpretasikan hasil-hasil yang di dapat dari test-test psikologi online melalui internet. Harap diingat bahwa banyak diantara test tersebut masih sebatas ujicoba dan belum dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Selain itu dibutuhkan kejujuran untuk mampu menerima diri apa adanya sehingga remaja tidak mengembangkan identitas "virtual" yang berbeda dengan diri yang asli. (baca juga artikel: Explorasi Diri Melalui Internet)

Selain beberapa dimensi yang telah disebutkan diatas, masih ada dimensi-dimensi yang lain dalam kehidupan remaja yang belum sempat dibahas dalam artikel ini. Salah satu dari dimensi tersebut diantaranya adalah dimensi sosial.

Tip untuk Orangtua

Dalam kebudayaan timur, masih banyak orangtua yang menganggap anak adalah milik orangtua, padahal seperti yang dituliskan oleh Khalil Gibran: Anak Hanya Titipan Sang Pencipta. Ia bukan kepanjangan tangan orangtua. Ia berhak memiliki kehidupannya sendiri, menentukan apa yang terbaik bagi dirinya. Tentu saja peran orangtua sangat besar sebagai pembimbing. Dalam usia remaja, kemampuan penentuan diri inilah yang semestinya dilatih. Remaja seperti juga semua manusia lainnya – belajar dari kesalahan. Bagi para orangtua ada baiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  • Mulailah menganggap anak remaja sebagai teman dan akuilah ia sebagai orang yang akan berangkat dewasa. Seringkali orangtua tetap memperlakukan anak remaja mereka seperti anak kecil, meskipun mereka sudah berusaha menunjukkan bahwa keberadaan mereka sebagai calon orang dewasa.

  • Hargai perbedaan pendapat dan ajaklah berdiskusi secara terbuka. Nasihat yang berbentuk teguran atau yang berkesan menggurui akan tidak seefektif forum diskusi terbuka. Tidak ada yang lebih dihargai oleh para remaja selain sosok orangtua bijak yang bisa dijadikan teman.

  • Tetaplah tegas pada nilai yang anda anut walaupun anak remaja anda mungkin memiliki pendapat dan nilai yang berbeda. Biarkan nilai anda menjadi jangkar yang kokoh di mana anak remaja anda bisa berpegang kembali setelah mereka lelah membedakan dan mempertanyakan alternatif nilai yang lain. Larangan yang kaku mungkin malah akan menyebabkan sikap pemberontakan dalam diri anak anda.

  • Jangan malu atau takut berbagi masa remaja anda sendiri. Biarkan mereka mendengar dan belajar apa yang mendasari perkembangan diri anda dari pengalaman anda. Pada dasarnya, tidak ada anak remaja yang ingin kehilangan orangtuanya.

  • Mengertilah bahwa masa remaja untuk anak anda adalah masa yang sulit. Perubahan mood sering terjadi dalam durasi waktu yang pendek, jadi anda tidak perlu panik jika anak remaja anda yang biasanya riang tiba-tiba bisa murung dan menangis lalu tak lama kemudian kembali riang tanpa sebab yang jelas.

  • Jangan terkejut jika anak anda bereksperimen dengan banyak hal, misalnya mencat rambutnya menjadi biru atau ungu, memakai pakaian serba sobek, atau tiba-tiba ber bungee-jumping ria. Selama hal-hal itu tidak membahayakan, mereka layak mencoba masuk ke dalam dunia yang berbeda dengan dunia mereka saat ini. Berikanlah ruang pada mereka untuk mencoba berbagai peran yang cocok bagi masa depan mereka. Ada remaja yang menurut tanpa membantah keinginan orangtua mereka dalam menentukan peran mereka, misalnya jika kakek sudah dokter, ayah dokter, kelak iapun “diharapkan dan disiapkan” untuk menjadi dokter pula. Namun ada juga anak remaja yang memang tidak ingin masuk ke dalam dunia yang sama dengan orangtua mereka. Dalam hal ini janganlah memaksakan anak mengikuti kehendak orangtua. Seperti Kahlil Gibran ….anak hanya titipan, ia milik masa depan dan kita milik masa lalu.

  • Kenali teman-teman anak remaja anda. Bertemanlah dengan mereka jika itu memungkinkan. Namun waspadalah jika anak anda sangat tertutup dengan dunia remajanya. Mungkin ia tidak/ kurang mempercayai anda atau ada yang disembunyikannya.


_________Sumber : www.wikipedia. perkembangan psikologi remaja.________________

Selasa, 18 Maret 2008

tugas silabus smp

SILABUS PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BERBASIS KOMPETENSI Jenjang Sekolah : SLTP Sub Tugas Perkembangan : 1. Mencapai perkembangan diri sebagai remaja yang ber- iman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa Bidang Bimbingan Rumusan Kompetensi Materi Pengembangan Kompetensi Kelas Kegiatan Layanan Kegiatan Pendukung Penilaian Keterangan1 2 3 4 5 6 7 8 1. Memahami secara lebih luas dan mendalam kaidah-kaidah ajaran agama yang dianutnya Macam-macam kaidah ajaran agama 1-3 - lay orientasi 2. Meyakini kaidah-kaidah ajaran agama yang dianutnya Pokok-pokok keyakinan ajaran agama yang dianutnya 1-3 - lay bimb. kel. Bimbingan PRIBADI 3. Menjalankan kaidah-kaidah ajaran agama yang dianutnya Praktik menjalankan ajaran agama 1-3 - lay bimb. kel. 1. Memahami pentingnya hubungan sosial sesuai dengan kaidah-kaidah ajaran agama. Contoh-contoh hubungan menurut ajaran agama 1 - lay informasi Bimbingan SOSIAL 2. Menjalankan hubungan sosial berdasarkan kaidah-kaidah ajaran agama yang dianut. Praktik hubungan berdasarkan ajaran agama 2 3 - lay informasi - lay informasi, lay bimb. Kel Bimbingan Konseling/Silabus SLTP 1
1 2 3 4 5 6 7 8 1. Memahami kaidah-kaidah ajaran agama tentang belajar. Contoh-contoh kegiatan belajar menurut ajaran agama Bimbingan BELAJAR 2. Mewujudkan kegiatan-kegiatan belajar sesuai dengan kaidah-kaidah ajaran agama. Praktik kegiatan belajar menurut ajaran agama 1. Memahami pentingnya kaidah-kaidah agama dalam pengembangan karir. Contoh-contoh pengembangan menurut ajaran agama Bimbingan KARIR 2. Menjalankan kaidah-kaidah agama dalam pengarahan diri untuk pengembangan karir. Praktik kegiatan bekerja yang mengarah pengembangan karir menurut ajaran agama Bimbingan Konseling/Silabus SLTP 2
SILABUS PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BERBASIS KOMPETENSI Jenjang Sekolah : SLTP Sub Tugas Perkembangan : 2. Mempersiapkan diri, menerima dan bersikap positif serta dinamis terhadap perubahan fisik dan psikis yang terjadi jadi pada diri sendiri untuk kehidupan yang sehat. Bidang Bimbingan Rumusan Kompetensi Materi Pengembangan Kompetensi Kelas Kegiatan Layanan Kegiatan Pendukung Penilaian Keterangan1 2 3 4 5 6 7 8 1. Memahami perubahan fisik dan psikisnya yang terjadi pada diri sendiri. Fakta perubahan fisik dan psikis remaja 2. Menerima perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada diri sendiri. Contoh-contoh sikap penerimaan terhadap perubahan fisik dan psikis 3. Memahami pola hidup sehat. 1. Konsep pola hidup sehat 2. Contoh-contoh pola hidup sehat Bimbingan PRIBADI 4. Menjalankan pola hidup sehat 1. Cara-cara upaya mengembangkan kondisi hidup sehat 2. Praktik cara-cara mengupayakan pengembangan kondisi hidup sehat Bimbingan Konseling/Silabus SLTP 3
1 2 3 4 5 6 7 8 1. Memahami bahwa perubahan fisik dan psikis mempengaruhi hubungan sosial. 1. Contoh-contoh pengaruh perubahan fisik dan psikis terhadap hubungan sosial 2. Pengembangan pengaruh positif dan menghindari pengaruh negatif perubahan fisik dan psikis terhadap hubungan sosial Bimbingan SOSIAL 2. Memahami dan bersikap empati kepada orang lain yang sedang mengalami perubahan fisik dan psikis. 1. Konsep empati 2. Contoh-contoh empati terhadap orang yang sedang mengalami perubahan fisik dan psikis 3. Praktik bersikap empati terhadap orang yang sedang mengalami perubahan fisik dan psikis 1. Memahami pengaruh perubahan fisik dan psikis terhadap kegiatan belajar. Contoh-contoh pengaruh perubahan fisik dan psikis terhadap kegiatan belajar Bimbingan BELAJAR 2. Mampu mengatasi kesulitan-kesulitan yang terjadi akibat perubahan fisik dan psikis dalam kegiatan belajar 1. Cara-cara mengatasi kesulitan yang terjadi akibat perubahan fisik dan psikis dalam kegiatan belajar 2. Praktik cara-cara mengatasi kesulitan yang terjadi akibat perubahan fisik dan psikis dalam kegiatan belajar Bimbingan Konseling/Silabus SLTP 4
1 2 3 4 5 6 7 8 1. Memahami bahwa kondisi fisik dan psikis mempengaruhi pengembangan persiapan karir. Contoh-contoh pengaruh perubahan isik dan psikis terhadap pengembangan persiapan karir Bimbingan KARIR 2. Mampu mengembangkan kondisi fisik dan psikis yang sehat untuk pengembangan karir. 1. Cara-cara mengembangakan kondisi fisik dan psikis yang sehat untuk pengembangan karir 2. Praktik cara-cara mengembangkan kondisi fisik dan psikis yang sehat untuk pengembangan karir

Selasa, 11 Maret 2008

tugas bimbingan konseling

Perkembangan masa remaja

Masalah remaja adalah masa datangnya pubertas (sebelas sampai empat belas tahun) sampai usia sekitar delapan belas-masa tranisisi dari kanak-kanak ke dewasa. Masa ini hampir selalu merupakan masa-masa sulit bagi remaja maupun orang tuanya. Ada sejumlah alasan untuk ini:

  1. Remaja mulai menyampaikan kebebasanya dan haknya untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Tidak terhindarkan, ini bisa menciptakan ketegangan dan perselisihan, dan bisa menjauhkan ia dari keluarganya.
  2. Ia lebih mudah dipengaruhi teman-temannya dari pada ketika masih lebih muda. Ini berarti pengaruh orang tua pun melemah. Anak remaja berperilaku dan mempunyai kesenangan yang berbeda bahkan bertentangan dengan perilaku dan kesenangan keluarga. Contoh-contoh yang umum adalah mode pakaian, potongan rambut atau musik, yang semuanya harus mutakhir.
  3. Remaja mengalami perubahan fisik yang luar biasa, baik pertumbuhannya maupun seksualitasnya. Perasaan seksual yang mulai muncul bisa menakutkan, membingungkan dan menjadi sumber perasaan salah dan frustasi.
  4. Remaja sering menjadi terlalu percaya diri dan ini bersama-sama dengan emosinya yang biasanya meningkat, mengakibatkan ia sukar menerima nasihat orang tua.

Ada sejumlah kesulitan yang sering dialami kaum remaja yang betapapun menjemukan bagi mereka dan orang tua mereka, merupakan bagian yang normal dari perkembangan ini.

Beberapa kesulitan atau bahaya yang mungkin dialami kaum remaja, antara lain :

  1. Variasi kondisi kejiwaan, suatu saat mungkin ia terlihat pendiam, cemberut, dan mengasingkan diri tetapi pada saat yang lain ia terlihat sebaliknya-periang berseri-seri dan yakin. Perilaku yang sukar ditebak dan berubah-ubah ini bukanlah abnormal. Itu hanya perlu diprihatinkan bila ia terjerumus dalam kesulitan, kesulitan di sekolah atau kesulitan dengan teman-temannya.
  2. Rasa ingin tahu seksual dan coba-coba, hal ini normal dan sehat. Rasa ingin tahu seksual dan bangkitnya birahi adalah normal dan sehat. Ingat, bahwa perilaku tertarik pada seks sendiri juga merupakan ciri yang normal pada perkembangan masa remaja. Rasa ingin tahu seksual dan birahi jelas menimbulkan bentuk-bentuk perilaku seksual.
  3. Membolos
  4. Perilaku anti sosial, seperti suka mengganggu, berbohong, kejam dan agresif. Sebabnya mungkin bermacam-macam dan banyak tergantung pada budayanya. Akan tetapi, penyebab yang mendasar adalah pengaruh buruk teman, dan kedisiplinan yang salah dari orang tua terutama bila terlalu keras atau terlalu lunak-dan sering tidak ada sama sekali
  5. Penyalahgunaan obat bius
  6. Psikosis, bentuk psikosis yang paling dikenal orang adalah skizofrenia.

Apa yang harus anda lakukan bila anda merasa cemas terhadap anak remaja anda

Langkah pertama adalah bertanya kepada diri sendiri apakah perilaku yang mencemaskan itu adalah perilaku yang normal pada anak remaja. Misalnya adalah pemurung, suka melawan, lebih senang sendiri atau bersama teman-temannya dari pada bersama anda. Anak remaja anda ingin menunjukan bahwa ia berbeda dengan anda. Hal ini dilakukan dengan berpakaian menurut mode mutakhir, begitu pula dengan kesenanganya pada potongan rambut dan musik. Semua itu sangat normal, asal perilaku tersebut tidak membahayakan, anda tidak perlu prihatin.

Tindakan selanjutnya adalah menetapkan batas dan mempertahankannya. Menetapkan batas itu sangatlah penting, tetapi batas-batas itu haruslah cukup lebar untuk memungkinkan eksplorasi yang sehat.

  • Bila perilaku anak anda membahayakan atau melampaui batas-batas yang anda harapkan, langkah berikutnya adalah memahami apa yang tidak beres.
  • Depresi dan perilaku yang membahayakan diri selalu merupakan respon terhadap stres yang tidak dapat diatasinya.
  • Anak remaja yang berperilaku atau suka membolos seringkali akibat meniru dan mengikuti teman-temannya, dan merupakan respon dari sikap orang tua yang terlalu ketat atau terlalu longgar.
  • Minum-minuman alkohol dan menghisap ganja biasanya merupakan respon terhadap stres dan akibat meniru teman. Masalah seksual paling sering mencerminkan adanya kesulitan diri didalam proses pendewasaan.

Secara umum masalah yang terjadi pada remaja dapat diatasi dengan baik jika orang tuanya termasuk orang tua yang "cukup baik". Donald winnicott, seorang psikoanalisis dari Inggris memperkenalkan istilah "good enough mothering" ia menggunakan istilah ini untuk mengacu pada kemampuan seorang ibu untuk mengenali dan memberi respon terhadap kebutuhan anaknya, tanpa harus menjadi ibu yang sempurna. Sekarang laki-laki pun telah "diikutsertakan", sehingga cukup beralasan untuk membicarakan tentang "menjadi orang tua yang cukup baik"

Tugas-tugas yang dilakukan oleh orang tua yang cukup baik, secara garis besar adalah:

  1. memenuhi kebutuhan fisik yang paling pokok; sandang, pangan dan kesehatan
  2. memberikan ikatan dan hubungan emosional, hubungan yang erat ini merupakan bagian penting dari perkembangan fisik dan emosional yang sehat dari seorang anak.
  3. Memberikan sutu landasan yang kokoh, ini berarti memberikan suasana rumah dan kehidupan keluarga yang stabil.
  4. Membimbing dan mengendalikan perilaku.
  5. Memberikan berbagai pengalaman hidup yang normal, hal ini diperlukan untuk membantu anak anda matang dan akhirnya mampu menjadi seorang dewasa yang mandiri. Sebagian besar orang tua tanpa sadar telah memberikan pengalaman-pengalaman itu secara alami.
  6. Mengajarkan cara berkomunikasi, orang tua yang baik mengajarkan anak untuk mampu menuangkan pikiran kedalam kata-kata dan memberi nama pada setiap gagasan, mengutarakan gagasan-gagasan yang rumit dan berbicara tentang hal-hal yang terkadang sulit untuk dibicarakan seperti ketakutan dan amarah.
  7. Membantu anak anda menjadi bagian dari keluarga.
  8. Memberi teladan.

Daftar pustaka

Lask, Bryan. Memahami dan mengatasi masalah anak. 1985. Gramedia. Jakarta

Nadeak, wilson. Memahami anak remaja. 1991. Kanisius. Yogyakarta

[ Metroseksual ] [ Infeksi Saluran reproduksi ] [ Nyeri Haid ] [ Perbedaan Kedokteran dgn Kesehatan Masyarakat ] [ Kecelakaan Kereta Api & Safety Behavior ] [ Hubungan Kecelakaan Kerja & Menstruasi ] [ Hujan (sebuah perenungan) ] [ Asuransi Syariah ] [ Perkembangan Masa Remaja ]